Jaman dahulu kala, ada seorang saudagar kaya yang mempunyai putra beranjak dewasa. Sebut saja Raden Mas Wijaya. Putra saudagar ini terkenal sebagai sosok pemuda yang tampan, rendah hati, tidak sombong, dan low profile (bahasa keren saat ini). Mungkin terlihat dia tidak tampak sebagai anak saudagar. Walaupun jarang terlihat dikampungnya tapi dia sosok pemuda yang mudah bergaul.
Waktu demi waktu, Raden Mas Wijaya merasa bahwa saatnya untuk mencari ilmu kanuragan di negeri seberang. Mau tidak mau sang saudagar harus melepas anak sulungnya untuk mencari ilmu demi masa depan. Sangat kebetulan sang saudagar ini mempunyai saudara di negeri seberang seorang tabib. Jadi sang ayahanda Raden Mas Wijaya tidak khawatir. Dititipkanlah Raden Mas Wijaya kepada pamannya yang seorang tabib.
Tidak begitu lama Raden Mas Wijaya ingin lebih mandiri dengan menyewa sebuah tempat tinggal kecil yang tidak begitu jauh dari padepokan tempat dia belajar ilmu kanuragan. Yaaa mungkin kalau jaman sekarang disebut kos-kosan atau rumah kontrakan. Sang ibu tentu sedikit khawatir dengan keputusan anaknya ini. Makanya sang ibu menawarkan untuk membawa kereta kuda sebagai alat transportasi di negeri seberang tersebut. Tentunya dengan harapan supaya tidak mudah terkena hujan, panas, dan lain-lain sehingga tubuh tetap terjaga dan tidak mudah sakit.
Karena tekat kemandirian sang Raden Mas, menolak tawaran ibundanya dengan beberapa alasan. Diantaranya adalah tempat tinggal dan padepokan dekat jadi masih bisa ditemput dengan naik kuda saja, jika membawa kereta kuda akan menimbulkan masalah baru. Masalah tersebut adalah harus mencari tempat tinggal yang luas sehingga bisa masuk kereta kuda, perawatan harian, mingguan atau bulanan yang tidak mudah, jika ada yang mau menumpang kalau menolak jadi tidak enak. Lagi pula pada jaman tersebut masih jarang orang menggunakan kereta kuda pribadi. Naik kuda saja masih cukup langka.
Sampai akhir waktu menuntut ilmu Raden Mas Wijaya tetap setia dengan kuda kesayangannya. Lagi-lagi pemuda ini masih tetap low profile walaupun sebagai murid yang pandai. Jika dilihat Raden Mas Wijaya dari keluarga yang sangat kaya tapi tetap saja dia tidak pernah membanggakan kekayaan keluarganya atau kebiasaan keluarganya didalam kehidupan dia bergaul.
Demikian akhir cerita ini. Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan cerita, tokoh, nama, dan kejadian itu hanyalah sebuah kebetulan saja. Terpenting kita bisa mengambil contoh yang baik dari cerita ini.
Location : Jalan Kaliurang, Ngaglik,
Waktu demi waktu, Raden Mas Wijaya merasa bahwa saatnya untuk mencari ilmu kanuragan di negeri seberang. Mau tidak mau sang saudagar harus melepas anak sulungnya untuk mencari ilmu demi masa depan. Sangat kebetulan sang saudagar ini mempunyai saudara di negeri seberang seorang tabib. Jadi sang ayahanda Raden Mas Wijaya tidak khawatir. Dititipkanlah Raden Mas Wijaya kepada pamannya yang seorang tabib.
Tidak begitu lama Raden Mas Wijaya ingin lebih mandiri dengan menyewa sebuah tempat tinggal kecil yang tidak begitu jauh dari padepokan tempat dia belajar ilmu kanuragan. Yaaa mungkin kalau jaman sekarang disebut kos-kosan atau rumah kontrakan. Sang ibu tentu sedikit khawatir dengan keputusan anaknya ini. Makanya sang ibu menawarkan untuk membawa kereta kuda sebagai alat transportasi di negeri seberang tersebut. Tentunya dengan harapan supaya tidak mudah terkena hujan, panas, dan lain-lain sehingga tubuh tetap terjaga dan tidak mudah sakit.
Karena tekat kemandirian sang Raden Mas, menolak tawaran ibundanya dengan beberapa alasan. Diantaranya adalah tempat tinggal dan padepokan dekat jadi masih bisa ditemput dengan naik kuda saja, jika membawa kereta kuda akan menimbulkan masalah baru. Masalah tersebut adalah harus mencari tempat tinggal yang luas sehingga bisa masuk kereta kuda, perawatan harian, mingguan atau bulanan yang tidak mudah, jika ada yang mau menumpang kalau menolak jadi tidak enak. Lagi pula pada jaman tersebut masih jarang orang menggunakan kereta kuda pribadi. Naik kuda saja masih cukup langka.
Sampai akhir waktu menuntut ilmu Raden Mas Wijaya tetap setia dengan kuda kesayangannya. Lagi-lagi pemuda ini masih tetap low profile walaupun sebagai murid yang pandai. Jika dilihat Raden Mas Wijaya dari keluarga yang sangat kaya tapi tetap saja dia tidak pernah membanggakan kekayaan keluarganya atau kebiasaan keluarganya didalam kehidupan dia bergaul.
Demikian akhir cerita ini. Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan cerita, tokoh, nama, dan kejadian itu hanyalah sebuah kebetulan saja. Terpenting kita bisa mengambil contoh yang baik dari cerita ini.
Location : Jalan Kaliurang, Ngaglik,
Comments
Post a Comment